Kamis, 16 Mei 2019

Peranan Pantai Utara Laut Jawa-Kerajaan Demak

Sejak berabad-abad lamanya pantai utara Laut Jawa telah menjadi jalur penghubung pelayaran dan perdagangan laut antara Malaka, Indonesia bagian barat dengan kepulauan rempah-rempah di maluku. Moh, Yamin menamakan Laut Jawa sebagai Laut Nusantara. Banyak berita Cina dan Arab mengungkapkan peranan pentingnya Laut Jawa dalam pelayaran dan perdagangan.

abad lamanya pantai utara Laut Jawa telah menjadi jalur penghubung pelayaran dan perdagang Peranan Pantai Utara Laut Jawa-Kerajaan Demak
Bandar-bandar atau kota-kota pelabuhan sepanjang pantai utara Laut Jawa menjadi pangkalan bagi para pelaut yang berhenti untuk membeli bekal, terutama beras dan air untuk pelayarannya yang masih berminggu-minggu atau berbulan-bulan lamanya. Melimpahnya persediaan beras dan suburnya bandar-bandar di Jawa tersebut menjadikan bahan makan, kota-kota pelabuhan Jawa kemudian berkembang menjadi tempat penimbunan perdagangan rempah-rempah. Banyak pedagang-pedagang asing yang mengambil rempah-rempah di bandar-bandar Jawa dan merasa tak perlu lagi harus berlayar sendiri sampai di Maluku. Lagi pula para pengusaha perkapalan, pemilik kapal dan para pembuat kapal pun berkedudukan dan bermukim di bandar-bandar itu pulalah seorang nahkoda dapat meminta dibuatkan kapal yang lengkap dengan logisstik perang guna melawan musuh, saingannya dan gangguan bajak laut.

Maka tidak mengherankan apabila sajak masuknya Islam ke Jawa pada abad ke-15 para pelaut dan pedagang Islam segera berusaha untuk merebut dari dan menggantikan kedudukan orang-orang hindu sebagai penguasa pelayaran dan perdagangan di perairan Laut Jawa. Keadaan ini jelas akan menyebabkan semakin mundurnya peradaban Hindu-Budha serta mempeercepat keruntuhan kekuasaan kerajaan Majapahit.

Islamisasi bandar-bandar serta kota-kota di sepanjang pantai utara Laut Jawa, menurut Torne Pires sebagai diungkapkannya dalam Suma Oriental, dapat terjadi dengan dua cara. Secara sukarela dan secara kekerasan. Islamisasi menurut cara yang pertama adalah yang tertua. Para bangsawan Jawa yang masih “Kafir” dengan sukarela masuk dan memeluk agama baru. Dengan masuk Islam disamping martabatnya menjadi “lebih tinggi”. Para bangsawan itu pada umumnya tetap menduduki kekuasaannya yang semula seperti sebagai adipati atau pemguasa-penguasa lokal. Proses Islamisasi secara sukarela ini banyak terjadi di pantai utara Jawa Timur. Islamisasi Kota Tuban adalah contoh utamanya.

Islamisasi secara kekerasan konon banyak terjadi di pantai utara Jawa Tengah, orang-orang Islam asing dari berbagai bangsa kebanyakan mendirikan perkampungan tersendiri di bandar-bandar atau kota-kota pelabuhan. Rumah dan perkampungan itu kemudian mereka perkuat sebagai kubu-kubu pertahanan. Dari tempat-tempat itulah mereka melakukan serangan-serangan terhadap perkampungan “Kafir”, untuk kemudian merebut seluruh kekuasaan pemerintahan bandar atau kota pelabuhan, Islamisai dengan cara yang kedua ini banyak terjadi di kota-kota seperti Demak dan Jepara.

Namun keliru juga apabila kita menganggap bahwa bandar-bandar dan kota-kota Islam di sepanjang pantai utara Laut Jawa itu memiliki kesatuan kepentingan dalam ekonomi, tujuan politik dan orientasi budaya. Sebagai peradaban pesisir seluruh pantai utara Laut Jawa oleh Th. Pigeaud dibagi menjadi kelompok daerah peradaban ialah kelompok timur, kelompok  Tengah dan Kelompok Barat, Kelompok Timur meliputi kota-kota seperti Gresik, Tuban, Madura, dan Lombok sebagai daerah pengaruhnya di luar Jawa. Kelompok tengah mencakup  kota-kota seperti Demak, Jepara dan Kudus serta Banjarmasin sebagi daerah pengaruhnya di Kalimantan Selatan. Sedang kelompok Barat terdiridari kota-kota seperti Cirebon dan Banten, yang pengaruhnya sampai di Lampung, Sumatra Selatan.

Kota-kota Kelompok Timur pada umumnya masih tetap setia kepada Majapahit. Kota Tuban, misalnya, tetap berkedudukan sebagai vasal Majapahit atau setidak-tidaknya kota itu bersikap netral.

Mudah dipahami pula apabila usaha-usaha untuk merongrong kekuasaan Hindu Majapahit justruberasal dari kelompok kota-kota yang lebih ke barat, sebab letaknya pun lebih jauh dari pusat pemerintahan. Akan tetapi, sekalipun bandar-bandar seperti Jepara, Pati, Juwana, dan Gresik berkali-kali berusaha untuk merongrong kekuasaan Majapahit yang kian melemah itu, akhirnya Demak-lah yang berhasil merebut kekuasaan Jawa dari kerajan Majapahit dan menyatakan diri sebagai kerajaan Islam.


Sumber Pustaka:
Prof. Daliman, 2012, Islamisasi dan Perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, Yogyakarta: Ombak. (Hlm 120-123)